Self Reminder

#Journal83 - Aku Sakit, Kau Tak Menjengukku

Rabu, 26 Juni 2019 Siapakah kita jika suatu saat sakit dan tak berdaya? Sakit adalah perkara yang sudah pasti dihindari oleh banyak orang. Beberapa waktu lalu seorang sahabat jatuh sakit. Namanya Ruben Bentiyan , biasa dipanggil Mang Randu . Dan tadi pagi Mang Randu baru saja diizinkan untuk pulang. Pulang sebagai pasien yang harus tetap beristirahat dan dirawat di rumah. Kita semua bisa mengalami apa yang dialami oleh Mang Randu dengan berbagai variasi: sakit yang berbeda atau hal lain, misalnya trauma, depresi, dipecat, masuk tahanan entah karena apa, dan lainnya, dan lainnya. Kalau kita mengalami itu, kehilangan seluruh kapasitas survival kita tersebut, pertanyaanya: daya dukung apa yang kita miliki? Dan seberapa panjang? Merenungkan hal ini mirip dengan ketika kita belajar ilmu sosial tentang masyarakat atau komunitas yang mengalami “ syok ” dan “ krisis ”. Lumrahnya, yang pertama-tama akan mendukung kita adalah keluarga. Tapi, berapa lama dan seberapa kuat kelu...

#Journal106 - "Paksa"~


Rabu, 23 Oktober 2019

Berdamai dengan diri sendiri itu perlu.

Aku selalu mencoba mendorong diriku untuk masuk ke dalam lingkungan dimana pun aku berada. Berbaur dengan semua yang aku temui. Ya. Aku memaksa diriku menuju hal yang tidak nyaman. Istilah “paksa” memang agak kasar. Tapi sesekali kita pasti pernah menjalani hal yang tidak nyaman. Entah diri sendiri, atau keadaan yang memaksa.

Ngomong-ngomong soal paksa, bukankah banyak hal yang terjadi di sekitar kita tercipta karena hal yang dipaksa? Dengan atau tanpa kita sadari, “dipaksa” dan “memaksa” adalah tindakan yang sudah cukup lumrah saat ini. Sebuah keterpaksaan yang membuat kita membiasakan diri, dan lama kelamaan akan dianggap lumrah bahkan wajar. Bukankah memang banyak hal yang awalnya adalah sebuah keterpaksaan?

Aku mengambil contoh diriku. Waktu SD aku adalah anak yang biasa aja. Pendiam bahkan terkesan culun (sampai sekarang). Ketika lulus SD, aku memasuki lingkungan sekolah yang sangat berbeda ketika di bangku SD. Bahasa Sunda kasar, dipalak senior, merokok, nangkel di angkutan umum bahkan sampai tawuran antar pelajar adalah hal-hal yang sangat baru bagiku. Dan yang sampai sekarang sangat membekas dalam ingatan, adalah ketika masih MOPDB (dulu istilahnya MOS) aku sudah dihajar (kalau berantem artinya ada perlawanan, sedangkan waktu itu aku diam saja) oleh siswa dari sekolah lain. Tak perlu tanya mengapa. Tidak pernah terpikir olehku akan menjalani hal-hal tidak menyenangkan tersebut. Tentu saja aku sangat ingin pindah sekolah. Tapi yang kulakukan kala itu justru memaksa diriku untuk terbiasa dalam lingkungan seperti itu. Aku penasaran. Sangat tidak nyaman, tapi aku ingin tahu lebih jauh tentang lingkungan baru ini. Dan aku bisa bertahan sampai lulus. Semua berkat pembiasaan dengan sedikit paksaan.

Lanjut lagi, aku masuk ke SMK. Dan lagi, lingkunganku berubah drastis. Bangun lebih pagi, pulang lebih sore (bahkan sering malam), naik turun tangga tiap hari, tugas yang menumpuk, dan segala rutinitas lainnya yang tidak pernah aku lakukan. Apa yang aku lakukan? Tentu saja memaksakan diri mengikuti jadwal padat tersebut. Sudahlah masa SMK tidak perlu ditulis panjang lebar. Nanti jatuhnya ngeluh, lagian udah lulus juga.

Intinya, sadar atau tidak banyak hal yang diawali dengan keterpaksaan. Yang kemudian menciptakan sebuah rutinitas yang membuat kita terbiasa. Dan akhirnya kebiasaan itu menjadi hal yang dianggap wajar karena sangat sering dan mungkin banyak juga yang melakukan hal tersebut.

Bukankah begitu? Atau hanya diriku saja yang merasa terpaksa? Apakah kalian tidak merasa demikian? Cobalah cari waktu senggang, menyendiri lah, kemudian sesekali berpikir secara skeptis. Kadang kita perlu berdamai dengan diri sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#Journal83 - Aku Sakit, Kau Tak Menjengukku

Biodata With Flash